Davos – Bisnis prostitusi laris manis di World Economic Forum (WEF). Forum ekonomi global yang digelar tahunan itu rupanya menjadi surga bagi para peserta yang ingin memuaskan hasrat seksualnya. Sebaliknya, para pekerja seks memanfaatkan situasi tersebut demi menyambung hidup.
Setiap awal tahun, Davos, sebuah kota resor ski di dekat pegunungan Alpen, Swiss, menjadi tuan rumah WEF yang berlangsung selama lima hari. Tahun ini, WEF hadir untuk pertama kalinya setelah dua tahun absen karena pandemi Covid-19.
Sekitar 3.000 peserta yang terdiri dari konglomerat, bos perusahaan internasional, dan utusan pemerintahan dari bangsa-bangsa di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia, menghadiri WEF 2023 pada 16 – 20 Januari.
Terlepas dari citranya sebagai perkumpulan elite untuk membahas isu ekonomi global yang menyangkut kepentingan banyak orang, WEF juga lekat dengan bisnis prostitusi.
Transaksi seks dikabarkan marak terjadi saat WEF berlangsung, tanpa terkecuali tahun ini. “Davos selalu tentang kekuasaan, uang, dan seks. Ketiganya menjadi alasan untuk mencari teman tidur,” ujar Salome Balthus, seorang pekerja seks asal Jerman, kepada Daily Mail, Jumat (20/1/2023).
Perempuan 36 tahun itu mengaku memiliki klien tetap yang mengajaknya untuk bertemu di Davos baru-baru ini. “Saya bilang sedang di Jerman, dan dia menyiapkan pesawat dan mobil buat saya. Kami tinggal di sebuah hotel yang indah di Davos, sambil menikmati champagne dan makanan mewah,” ungkap Salome.
Ditanya soal latar belakang klien tersebut, ia enggan merinci identitasnya. Salome yang punya agensi pekerja seks sendiri di Berlin khawatir bila latar belakang klien bocor, nyawanya bisa terancam. “Saya cuma bisa bilang di kaya raya dan kamu tidak ingin mencari masalah dengannya,” tutur Salome.
Ia bukan satu-satunya pekerja seks yang melayani para peserta WEF. Menjalankan sebuah agensi escort di Amsterdam, Belanda, Amy mengaku mengaku mengirim sekelompok wanita pekerja seks setiap tahun ke WEF.
“Mereka kebanyakan mahasiswi berusia 20-an yang sedang mencari pemasukan untuk bayar kuliah atau mereka yang sudah lulus, tapi butuh uang untuk bayar pinjaman biaya kuliah,” ungkap Amy.
Punya latar belakang wanita terpelajar, para pekerja seks ini tak sekadar memuaskan para klien secara seksual. Mereka menjadi teman yang nyaman untuk diajak berdiskusi hal di luar seks.
Salome mengatakan, “Klien saya punya standar yang tinggi, dan karena saya punya gelar filsafat dan sastra Jerman, mereka tidak hanya menyukai saya saat berhubungan intim, tapi juga puas secara intelektual.”
Tak heran, para klien rela membayar mereka mahal. Amy memasang tarif 6.000 euro atau sekitar Rp 98 juta bagi klien yang ingin memakai pekerja seksnya selama dua malam. Bahkan seorang wanita bayaran asal Inggris bernama samaran ‘Crystal’ menawarkan jasanya seharga 3.000 pound sterling atau Rp 55 juta hanya untuk durasi enam jam.
Prostitusi termasuk bisnis yang legal di Swiss. Sebagai bagian dari regulasi, pekerja seks wajib membayar pajak, terdaftar secara resmi, dan rutin menjalani tes kesehatan. Maka bukan hal yang aneh bila WFE merupakan ladang basah bagi pelaku prostitusi dan permintaannya terus meningkat.
Saking menggiurkannya bisnis ini, seperti dilaporkan The Times of London, kepolisian Swiss mengonfirmasi setidaknya ada 100 pekerja seks yang datang ke Davos 2020. (detik.com)