ACEHINDEPENDENT – Kementerian Komunikasi dan Informatika mengaku ada kemiripan data berdasarkan penarikan contoh atau sampling dari yang dibagikan pembocor data paspor dengan aslinya.
Pada Rabu (5/7), blog yang mengklaim sebagai pembocor data Bjorka mengunggah data 34.900.867 paspor WNI dengan sampel terkompresi 1 GB.
“Berdasarkan hasil sampling memang terdapat kemiripan namun belum dapat dipastikan. Dari detil diduga diterbitkan sebelum perubahan peraturan paspor menjadi 10 tahun, karena masa berlakunya terlihat hanya 5 tahun,” ungkap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, dalam siaran pers, Jumat (7/7).
Pihaknya mengaku “akan melakukan klarifikasi kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM” terkait dugaan kebocoran data paspor itu.
Investigasi awal telah dilakukan oleh Tim Investigasi Pelindungan Data Pribadi baik dari website yang menawarkan data itu maupun informasi dari masyarakat.
“Kementerian Kominfo menemukan fakta adanya kemiripan dengan data paspor.”
Meski demikian, Semuel menyebut saat ini belum dapat menyimpulkan “data apa, kapan, dari mana dan bagaimana terjadi kebocoran.”
“Mengenai penyebabnya terjadi dugaan kebocoran data itu kami belum dapat menyimpulkan. Oleh karena itu, kami akan memanggil pihak Imigrasi untuk melakukan klarifikasi dan pencocokan data,” ujar dia.
Guna mengetahui penyebab dugaan kebocoran data, Dirjen Aptika Kementerian Kominfo menyatakan akan bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara.
“Untuk itu kami akan meminta bantuan dari BSSN untuk bersama-sama melakukan investigasi terkait bagaimana dan apa penyebabnya,” ujarnya.
BSSN sendiri dalam keterangannya kepada CNNIndonesia.com mengaku masih melakukan investigasi dengan berbagai pihak, termasuk Kominfo.
Sejak 2019 hingga 2023, Kominfo mengaku menemukan 98 kasus dugaan pelanggaran pelindungan data pribadi. Ini bukan saja terkait kebocoran data pribadi tapi termasuk pelanggaran pelindungan data pribadi lainnya.
Itu berasal dari 65 Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Privat dan 33 PSE Publik.
“Dari 98 kasus tersebut, sebanyak 23 kasus telah diberikan sanksi dan rekomendasi. Ini artinya memang terjadi pelanggaran,” ungkap Semuel.(*)
sumber: CNN