10 Bulan Nikah, Baru Sadar Punya Suami Perempuan

10 Bulan Nikah
SIDANG: NA saat memberikan kesaksian dalam sidang, sementara terdakwa mengikuti sidang secara online

ACEHINDEPENDENT.COM, – Saat berhubungan badan, NA mengaku terdakwa memang melakukan penetrasi, namun Sintia tidak melihat secara langsung. Di dalam rumah, terdakwa selalu memakai pakaian. Kepada Sintia mengaku memiliki kelainan hormon sehingga terjadi benjolan di bagian dada yang sebenarnya adalah payudara.

Kecurigaan keluarga seorang perempuan asal Kota Jambi, terhadap gelar suaminya, Ahnaf Arrafif, berujung di kantor polisi. Dia pun melaporkan dugaan pemalsuan penggunaan gelar sang suami, hingga kini berakhir di Pengadilan Negeri Jambi.

Bacaan Lainnya

Korban adalah seorang perempuan berinisial NA. Kisah ini bermula dari perekenalan NA dengan seseorang yang mengaku bernama Ahnaf Arrafif. Perkenalan di aplikasi kencan, Tantan, berjalan lancar hingga Ahnaf Arrafif menikahi NA.

Setelah 10 bulan menikah, NA rupanya tertipu. Suami yang dinikahi secara siri itu, ternyata juga seorang berjenis kelamin perempuan dengan nama asli Erayani. Sejak awal, korban tidak menaruh kecurigaan kepada terdakwa.
Berperawakan seperti laki-laki tulen. Berprofesi sebagai dokter adalah identitas yang diketahui NA di awal perkenalan mereka.

“Saya tidak tahu kalau ternyata adalah perempuan. Dia (Erayani) mengaku sebagai dokter,” ungkap NA dalam sidang dengan Hakim Ketua Alex Pasaribu yang didampingi dua hakim anggota, Rintis Candra, dan Fytta Imelda Sipayung, Selasa (14/6) kemarin.

Dalam perkara ini, NA tidak menyoalkan masalah jenis kelamin sang suami. Tetapi, NA melaporkan soal penggunaan lima gelar yang dinilai janggal. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jambi,  perbuatan itu terungkap pada 31 Mei 2021 lalu.

Terdakwa berkenalan dengan NA lalu terdakwa mengaku berprofesi sebagai dokter, namun belum praktek dan siap menikahi korban. Lalu saksi Siti H, selaku orangtua saksi NA menyetujui kalau terdakwa akan menikahi anaknya selanjutnya.

Kisah ini pun berlanjut pada 18 Juli 2021, sekira pukul 20.00 terdakwa telah menikah siri dengan saksi NA di rumahnya Kecamatan Kotabaru, Kota Jambi. Pada saat itu, terdakwa menggunakan gelar akademik pada surat keterangan nikah serta dicantumkan pada paper bag dan souvenir pernikahan.

“Bahwa benar gelar akademik yang dimiliki terdakwa tidak ada izin dari pihak yang berwenang. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 93 jo Pasal 28 ayat (7) UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,” sebut Sukwati, Jaksa Penuntut Umum membacakan surat dakwaannya.

10 Bulan Nikah Dalam pemeriksaan saksi NA, terdakwa menggunakan rentetan gelar akademis untuk mengelabui korban. Terdakwa yang datang dari Lahat, Sumatera Selatan, sebelum ke rumah NA sempat menginap di penginapan, lalu kemudian mendatangi Sintia pada 23 Juni 2021 dan tinggal di rumah Sintia selama kurang lebih 1 minggu.

Selama tinggal di rumah, terdakwa, kata NA, bersikap baik. Karena mengaku sebagai dokter, terdakwa juga sempat membantu merawat orang tua NA yang sedang sakit.

“Sempat ngobatin ayah saya. Akhirnya saya percaya dia dokter. Dia ngecek tensi, dia nyaranin obat. Saya cuma beli. Awal-awal datang saja dia ngecek kesehatan orang tua,” katanya.

Setelah beberapa lama tinggal di rumah NA, mereka akhirnya nikah siri, setelah mendapat saran dari keluarganya dan dari orang tua angkat terdakwa yang menghubungi NA.

“Siapa yang menikahkan kamu?” tanya Sukmawati.

“Pak Imam Sarwono,” kata Sintia.

Imam Sarwono juga sekalian menjadi wali hakim karena ayah NA dalam keadaan sakit. Bahkan ibunya juga sakit, sehingga tidak ada satupun orang tua NA yang menyaksikan pernikahan itu.

Diterangkan NA, dia sudah sering bertanya kepada terdakwa soal identitasnya, namun terdakwa selalu memberi alasan untuk tidak menunjukkan identitas aslinya.

“Saya tanya, katanya sama ibunya lah, gitu sampai 10 bulan,” ujarnya.

Kemudian soal profesi terdakwa sebagai dokter, terdakwa selalu menghindar. Selain ditipu secara identitas, NA juga menderita kerugian hingga Rp 300 juta lebih. Salah satu besarannya adalah Rp 67 juta, uang orang tuanya yang digelapkan pelaku.

“Uang Rp 67 juta untuk pengobatan orang tua saya,” ungkapnya.

Setelah 4 bulan menikah, ibu NA mulai curiga terhadap terdakwa. Orangtua NA sempat membawa warga untuk menggerebek terdakwa.

“Waktu itu saya bawa warga, waktu itu saya bela dia karena saya kira dia laki-laki. Orang tua curiga dia perempuan,” jelasnya.

10 Bulan Nikah Sejak bersama terdakwa, NA mengaku dijauhkan dari keluarganya. Sampai dia dibawa ke Lahat oleh terdakwa.
Mengenai hubungan suami isteri setelah mereka menikah, lanjutnya, NA tetap tidak menaruh kecurigaan terhadap terdakwa. Namun ia mengaku selama 10 bulan menikah, belum pernah melihat langsung alat kelamin terdakwa.

Saat berhubungan badan, NA mengaku terdakwa memang melakukan penetrasi, namun Sintia tidak melihat secara langsung. Di dalam rumah, terdakwa selalu memakai pakaian. Kepada Sintia mengaku memiliki kelainan hormon sehingga terjadi benjolan di bagian dada yang sebenarnya adalah payudara.

Meski berprofesi sebagai dokter, NA mengatakan kalau terdakwa tidak bekerja. Dia hanya mengaku menjadi bos di perusahaan batu-bara.

Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa, Mirna, menanyakan soal pertimbangan NA, hingga akhirnya mau menikah dengan terdakwa. Upaya membuktikan kelamin pasangannya pun selalu gagal.

“Katanya, ibu kandungnya sudah meninggal karena Covid. Pagi disuruh nikah siri, sorenya baru saya kasih tau ibu saya. Dia sudah tinggal di sini (rumah NA). Dan selalu ribut, jika sudah membahas hal itu (jenis kelamin, red),” ungkapnya.

NA baru mengtahui jika suaminya adalah seorang perempuan ketika mereka kembali ke Jambi setelah kabur ke Lahat. Saat itu, terdakwa sudah dilaporkan oleh ibu NA ke polisi soal pemalsuan gelar perguruan tinggi.
Saat di Jambi, ibu NA yang sudah manaruh curiga memaksa membuktikan kelamin terdakwa.
“Tahu dia perempuan setelah dibuktikan langsung. Dia buka (pakaian) sendiri di depan saya dan orang tua saya,” ungkap NA.

10 Bulan Nikah Hakim Anggota, Rintis Candra, menanyakan soal gelar akademis yang diklaim terdakwa yang dan alasan NA mempercayai. Saat mereka berkenalan, terdakwa mengaku berprofesi sebagai dokter.
“Ngakunya dokter, kelahiran 1994,” tegas NA.

Terdakwa mengaku lulusan sebuah kampus di New York.

“Dalam kurun waktu hampir bersamaan kuliah di lima fakultas. Ditambah spesialis (spesialis bedah syaraf). Saya berpikir bagaimana otaknya orang ini sampai bisa begitu. Saudara tidak curiga?” tanya Hakim Rintis.

“Saya tanya kok kamu bisa begitu. Katanya dia beasiswa. Dia bilangnya itu kuliah di tiga fakultas sekaligus. Saya percaya-percaya saja, karena beberapa orang yang saya kenal pernah kayak gitu,” kata terang NA.

Ditanya oleh Hakim Anggota Fytta, soal asal universitas tempat terdakwa kuliah, NA mengaku tidak ingat nama universitas yang disebut terdakwa.

Hakim Ketua Alex Pasaribu, menanyakan alasan NA mau menerima pinangan terdakwa. NA beralasan saat itu dia percaya terdakwa adalah laki-laki dan serius ingin menikahinya.

“Karena saya cari calon suami, dia datang ke rumah saya, jadi saya terima dengan baik,” jawabnya.
“Kenal di mana? Di Facebook?” tanya hakim.

“Di Tantan pak,” jawab NA.

10 Bulan Nikah Dalam perkara ini, Terdakwa Era Yani alias Ahnaf Arrafif didakwa dengan Pasal 93 jo Pasal 28 ayat (7) UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

sumber : jambiindependent

tags :#nikah siri

Pos terkait