“Hei, aku tidak menyukainya, tapi apa yang bisa kulakukan?” ujar Jenni Hermoso setelah bibirnya dicium Luis Rubiales, Presiden Federasi Sepak Bola Spanyol.
ACEHINDEPENDENT.COM- Khadija Shaw, kapten kesebelasan Jamaika, merangkul Marta–pemain Brasil yang akan pensiun– secara emosional usai pertandingan yang berakhir 0-0. Ia mengatakan bahwa Marta adalah inspirasi para wanita dalam bermain sepak bola, bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga di seluruh Karibia dan seluruh dunia.
“Dia (Marta) adalah pelopor bagi kami para wanita,” tutur penyerang Jamaika Cheyna Matthews seperti dilansir Associated Press.
Marta dianggap sebagai pemain sepak bola wanita terbaik yang pernah ada dan telah melalui perjalanan karier yang panjang selama hadir dalam enam edisi Piala Dunia Wanita. Olahraga yang dulunya dianggap tabu bagi para perempuan ini terus mendapat pengakuan, salah satunya berkat kepiawaian seorang Marta memainkan si kulit bundar.
Namun di balik geliat sepak bola wanita itu, tidak jarang terdapat laporan pelecehan seksual yang dialami para pemainnya. Kasus terbaru saat Piala Dunia Wanita 2023 berlangsung di Australia dan Selandia Baru melibatkan pelatih Zambia, Bruce Mwape, yang dihadapkan pada tuduhan pelecehan salah satu pemainnya jelang laga melawan Kosta Rika.
Yang sedang hangat, tentu saja ulah Presiden Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF), Luis Rubiales, yang mencium bibir Jennifer Hermoso di tengah upacara penyerahan trofi usai Spanyol menjadi juara dunia setelah mengalahkan Inggris 1-0 pada final hari Minggu lalu.
Sepak Bola Wanita Kian Populer
Dalam beberapa tahun terakhir, sepak bola wanita telah mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dimulai pada 1991 ketika FIFA mengadakan Piala Dunia Wanita untuk pertama kalinya, turnamen ini telah menjadi salah satu acara olahraga wanita paling populer di dunia.
Pada 2019, Piala Dunia Wanita menarik lebih dari satu miliar penonton layar kaca dan saluran streaming di seluruh dunia, lebih dari tiga kali lipat jumlah penonton pada 2015.
Sementara Piala Dunia Wanita 2023 di Australia dan Selandia Baru memecahkan rekor jumlah penonton dengan hampir dua juta orang yang hadir di stadion selama turnamen, melampaui rekor sebelumnya yaitu 1,35 juta penonton pada Piala Dunia 2015 di Kanada.
Rata-rata penonton per pertandingan juga meningkat dibandingkan Piala Dunia Wanita sebelumnya. Rekor penonton tertinggi terjadi pada laga pembuka dan final, dengan jumlah 75.784 penonton di Australia Stadium.
Selandia Baru juga mencatat rekor penonton terbanyak dalam pertandingan sepak bola, baik wanita maupun pria, dengan rata-rata 42.137 penonton.
Platform digital FIFA, termasuk FIFA.com, FIFA+, dan FAST Channels FIFA+, menerima kunjungan lebih dari 50 juta selama turnamen berlangsung, meningkat 130 persen dari Piala Dunia Wanita Prancis 2019.
Faktor yang berkontribusi pada pertumbuhan sepak bola wanita salah satunya ialah meningkatnya jumlah pemain wanita. Pada 2018, FIFA mencatat ada lebih dari 30 juta pemain sepak bola wanita di seluruh dunia, lebih dari dua kali lipat jumlah pemain pada tahun 2000.
Faktor lain yang berkontribusi pada pertumbuhan sepak bola wanita adalah meningkatnya dukungan dari media dan sponsor. Pada 2019, Piala Dunia Wanita disponsori oleh beberapa perusahaan besar, termasuk Coca-Cola, Visa, dan Sony.
Dukungan ini membantu meningkatkan visibilitas sepak bola wanita dan menarik lebih banyak penggemar.
Pertumbuhan sepak bola wanita juga didorong oleh kesuksesan tim-tim nasional wanita di berbagai turnamen. Pada 2019, Timnas Amerika Serikat memenangkan Piala Dunia Wanita untuk kali keempat yang meningkatkan popularitas sepak bola wanita di negeri Paman Sam.
Diskriminasi dan Pelecehan Seksual
Sepak bola adalah olahraga yang dapat dimainkan oleh orang-orang dari segala usia, jenis kelamin, dan latar belakang. Piala Dunia, sebagaimana disebut bintang sepak bola Jerman, Philip Lahm, selain sebagai festival olahraga, juga sering mengusung pesan-pesan yang dikampanyekan FIFA, seperti hak asasi manusia dan anti-diskriminasi.
“Ketika perempuan bermain sepak bola, yang terpenting adalah persamaan kesempatan dan kesetaraan. Itu adalah hal yang baik,” ujarnya dalam sebuah kolom di The Guardian.
Pertumbuhan sepak bola wanita membantu mempromosikan kesetaraan dan memberikan kesempatan kepada lebih banyak wanita untuk berkarier di lapangan hijau.
Sebelumnya, Piala Dunia Wanita 2023 telah dikelilingi oleh isu-isu tentang kesenjangan hadiah dan pembinaan antara federasi-federasi. Perlu diketahui, hadiah uang untuk pemenang Piala Dunia Wanita adalah sekitar $110 juta, sedangkan juara dunia pria diganjar hadiah uang sebesar $440 juta.
FIFA melalui presidennya, Gianni Infantino, mengatakan hadiah yang setara akan dicapai pada Piala Dunia tahun 2026 dan 2027 mendatang.
Di sisi lain, beberapa pemain wanita kerap dilanggar hak asasi dan kehormatannya lewat beberapa kasus pelecehan. Baru-baru ini, saat Piala Dunia Wanita 2023 berlangsung, itikad FIFA untuk membela perempuan juga diragukan setelah jurnalis dilarang bertanya tentang pelecehan seksual dalam konferensi pers Piala Dunia Wanita 2023.
Pelatih Zambia, Bruce Mwape, ditanya tentang tuduhan pelecehan seksual yang dialamatkan kepadanya, tetapi petugas media FIFA melarang pertanyaan tersebut.
FIFA dikritik sebab terkesan melindungi pelaku dan tidak memiliki sikap akan proses penyelidikan etika terhadap Mwape. Namun FIFA mengaku saat ini penyelidikan tengah dilakukan, sementara detail penyelidikannya dirahasiakan.
Bukan kali ini saja Mwape menghadapi tuduhan miring. Pada 2022, ia juga telah dilaporkan melakukan pelecehan dan mengancam beberapa pemain tidak akan masuk skuad inti bagi yang berbicara ke publik.
Karena tertutupi oleh prestasi Zambia yang membaik, Mwape terus dipertahankan sebagai pelatih kepala oleh Federasi Sepak bola Zambia, FAZ.
FIFA sebetulnya punya prosedur untuk menangani kasus seperti itu. Laporan yang masuk akan ditangani secara rahasia dan keamanan pelapor dijamin oleh organisasi yang bermarkas di Swiss tersebut. Jika terbukti bersalah, FIFA akan menjatuhkan sanksi berat, termasuk larangan seumur hidup untuk aktif dalam sepak bola. Namun, praktiknya masih lemah.
Di luar turnamen Piala Dunia, kasus pelecehan terhadap pemain wanita sempat menghebohkan liga sepak bola wanita AS, National Women’s Soccer League (NWSL) pada 2021. Pelatih North Carolina Courage, Paul Riley, dipecat setelah laporan investigasi independen oleh pengacara Sally Yates.
Laporan itu menyebut bahwa selama bertahun-tahun Riley menggunakan pengaruhnya untuk melakukan pelecehan terhadap pemain dalam bentuk komentar, rayuan, dan sentuhan-sentuhan yang mengarah pada hal yang berbau seksual. Bahkan dalam satu kasus, terdapat pemaksaan terhadap pemain untuk berhubungan seks.
Presiden Sepak Bola AS, Cindy Parlow Cone, mengutuk pelecehan tersebut dan berkomitmen untuk menciptakan perubahan yang berarti di dalam industri sepakbola. Kasus ini disikapi dengan lamban dan dibiarkan selama bertahun-tahun.
Investigasi yang dimulai pada Oktober 2022 ini juga menyeret tiga pelatih lainnya: Rory Dames, mantan pelatih Chicago Red Stars; Richie Burke, mantan pelatih Whasington Spirit; dan Christy Holly, mantan pelating Racing Louisville FC.
Mereka dihukum seumur hidup untuk tidak terlibat dalam liga sepak bola wanita AS.
Insiden Pengalungan Medali Spanyol
Sesaat setelah Spanyol ditundukkan Inggris di perempat final Piala Eropa Wanita 2022, 15 pemainnya mengirimkan email ke federasi sepak bola Spanyol, RFEF, dan menyatakan pengunduran diri mereka dari tim nasional jika kepelatihan masih dipimpin Jorge Vilda.
Mereka memberi alasan bahwa selama dalam kamp pemusatan latihan, terdapat sesi latihan, penanganan cedera, dan suasana ruang ganti yang tidak menyenangkan. Vidal juga dianggap membuat aturan aneh yang memaksakan kamar hotel para pemain tidak boleh dikunci. Ini kemudian melahirkan dugaan pelecehan seksual terhadap para pemain.
Protes para pemain berujung pada larangan dan tidak dipanggilnya mereka dalam skuad yang akan dibawa ke Australia dan Selandia Baru, termasuk Sandra Panos, Claudia Pina, Patri Guijarro, dan Mapi Leon, para pemain kunci yang membawa Barcelona merengkuh Liga Champions.
Ditambah dukungan dari Presiden REFF, Luis Rubiales, tuduhan pelecehan terhadap Vidal pun meredup seiring prestasi Spanyol yang sempurna sepanjang kualifikasi Piala Dunia 2023.
Spanyol yang akhirnya tampil sebagai Juara Dunia 2023 usai menundukkan Inggris di laga puncak kembali menjadi perhatian. Rubiales yang tampil di panggung perayaan tampak memaksa mencium bibir gelandang serang sekaligus pencetak gol terbanyak Spanyol, Jennifer Hermoso.
Hermoso dalam siaran langsungnya di Instagram lantas menanggapi insiden tersebut, “Hei, aku tidak menyukainya, tapi apa yang bisa kulakukan?”
Banyak orang melampiaskan kemarahan di media sosial atas apa yang dilakukan Rubiales. Mereka mempertanyakan kelayakan sikap seorang presiden federasi di tengah upacara besar, di hadapan jutaan orang dan Ratu Spanyol.
Menteri Kesetaraan Spanyol, Irene Montero, menyebutnya sebagai bentuk kekerasan seksual dan menyerukan untuk tidak memperbolehkannya.
Rubiales sendiri menyatakan bahwa ciuman tersebut adalah sikap yang wajar dan normal dalam momen kegembiraan setelah memenangkan Piala Dunia. Ia kemudian meminta maaf atas kericuhan yang terjadi.
Namun beberapa penggemar sepak bola, termasuk Menteri Olahraga serta Wakil Perdana Menteri Spanyol, merasa tak cukup atas permintaan maaf yang dilontarkan Rubiales. Mereka menuntut pencopotan Rubiales dari jabatannya.
Hal lain yang tak banyak disorot ialah setelah peluit panjang dibunyikan. Rubiales juga mencium Olga Carmona, sang pencetak gol penentu kemenangan Spanyol.
Ciuman Rubiales terhadap Hermoso, sebagaimana opini Nadia Tronchoni, editor di jaringan surat kabar terbesar Spanyol, mengingatkan kita bahwa jalan sepak bola wanita masih panjang. (tirto.id)