Penjabat Bupati Aceh Barat Drs Mahdi Efendi, menyampaikan, satwa dengan sebutan masyarakat Aceh Poe Meurah dan Tengku Rayeuk tersebut, turun ke kebun warga seperti kejadian di Desa Tanoh Mirah, Kecamatan Sungai Mas karena di sana terdapat alur lintasannya.
“Sebenarnya gajah itu bukan ‘berniat’ merusak tanaman atau kebun petani. Tapi karena satwa itu telah kehilangan makanan akibat perambahan dan lainnya hingga turun ke lahan pertanian rakyat,” katanya dalam siaran pers Diskominsa Aceh Barat.
Menurut Mahdi, gajah disebut punya jalur lintasan secara temporer, sebagai lokasi tempat mereka mencari makanan, berupa tumbuhan dan umbian. Jalur itu akan kembali tumbuh saat komunitas gajah itu kembali ke lokasi tersebut.
“Ini adalah rantai makanan mereka yang dilalui secara berkala. Saat rantai makanan itu dirusak, diubah fungsinya oleh manusia, tentu gajah akan mencari lokasi lain untuk memenuhi kebutuhannya. Di sinilah terjadi konflik antar gajah dan manusia, khususnya dengan petani dan pekebun,” kata Mahdi.
Atas dasar itu, Mahdi berkeinginan agar Pemkab Aceh Barat akan menyediakan plot dana untuk penghijauan tersebut, sebagai solusi permanen untuk memberikan gajah ruang makan di koridor milik binatang berbelalai panjang tersebut.
Sebagai langkah awal, ia telah memerintahkan jajarannya untuk berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, guna mengantisipasi amuk lebih jauh dari satwa di lindungi Undang-Undang tersebut.
“Kita ingin agar para petani dan pekebun di Sungai Mas bisa mencari nafkah seperti biasa lagi,” demikian Mahdi Efendi.(sumber: antaranews)