ACEHINDEPENDENT.COM Jakarta – Isu penundaan Pemilu 2024 yang dilempar Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) jadi bola panas. Sebenarnya siapa inisiator manuver politik yang bakal berakibat pada perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi ini?
Isu perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi ini sebenarnya sudah muncul sejak tahun lalu. Awalnya isu yang santer didengungkan adalah Jokowi tiga periode. Sudah ada kelompok relawan yang mendeklarasikan aspirasi Jokowi 3 periode ini. Namun di penghujung 2021 Jokowi menegaskan menolak aspirasi ini.
Isu perpanjangan jabatan lalu bermutasi, tak lagi menjadi tiga periode namun ‘hanya’ perpanjangan beberapa tahun. Salah seorang pemukul gong isu ini adalah Menteri Investasi Bahlil Lahadalia di awal tahun, saat mengaku menampung aspirasi dari sejumlah pengusaha yang ingin pemilu ditunda setidaknya hingga tahun 2027 demi pemulihan ekonomi yang remuk akibat pandemi.
Namun isu itu tenggelam setelah Jokowi bicara kepada sejumlah pemimpin redaksi media massa bahwa dia tak pernah terpikir untuk menjabat tiga periode. Jokowi memang tak membahas soal perpanjangan jabatan hingga 2027, namun penegasannya menolak tiga periode pada 19 Januari lalu berhasil meredam isu perpanjangan jabatan.
Isu panas tersebut lalu dilempar lagi oleh Ketum PKB Muhaimin Iskandar pada 23 Februari lalu. Mirip seperti yang disampaikan Bahlil, Cak Imin mengaku menampung sejumlah aspirasi dari pelaku usaha yang ingin pemilu ditunda satu atau dua tahun demi pemulihan ekonomi.
“Oleh karena itu, dari seluruh masukan itu saya mengusulkan pemilu tahun 2024 ditunda satu atau dua tahun agar momentum perbaikan ekonomi ini tidak hilang, dan kemudian tidak terjadi freeze untuk mengganti stagnasi selama dua tahun masa pandemi,” kata Cak Imin yang juga Wakil Ketua DPR ini.
Sehari setelahnya, giliran Ketum Golkar Airlangga Hartarto yang bicara soal isu perpanjangan masa jabatan. Airlangga memang tak segamblang Cak Imin. Pernyataannya terkait isu perpanjangan masa jabatan terjadi dalam dialognya dengan sejumlah petani sawit di Riau. Entah kebetulan atau tidak, petani sawit yang berdialog dengan Airlangga meminta perpanjangan masa jabatan Jokowi.
“Ini berkat kepemimpinan Bapak Presiden. Ini tentu kita sebagai parpol tentu kita akan dengarkan aspirasi tersebut dan sekali lagi akan kami komunikasikan bahwa keberhasilan ini dirasakan oleh masyarakat dan masyarakat beraspirasi,” kata Airlangga merespons aspirasi petani yang meminta perpanjangan masa jabatan Jokowi di di Kampung Libo Jaya, Kabupaten Siak, Riau, Kamis (24/2) lalu.
Sekali lagi, entah kebetulan atau tidak, keesokan harinya giliran Ketum PAN Zulkifli Hasan yang bicara penundaan pemilu. Zulkifli menyatakan setuju dengan usulan penundaan pemilu. Alasan yang disampaikan Zulkifli Hasan mirip seperti narasi Bahlil dan Cak Imin, yaitu masalah ekonomi.
“Yang pertama, alasannya itu pandemi yang belum berakhir tentu memerlukan perhatian kesungguhan keseriusan untuk menangani. Yang kedua, yang kita ikuti, perekonomian yang belum baik, pertumbuhan kita rata-rata masih 3-3,5 persen. Situasi masyarakat yang kehilangan pekerjaan, usaha-usaha yang belum kembali secara utuh,” kata Zulkifli Hasan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/2/2022).
Sejauh ini baru tiga parpol koalisi itu yang bersikap jelas atau memiliki kecenderungan mendukung penundaan pemilu. PDIP dan NasDem menolak tegas. Sementara Gerindra dan PPP belum bersikap. Di sisi oposisi, Demokrat dan NasDem mengecam usulan perpanjangan jabatan ini.
Cerita Lobi Penguasa
Seorang elite parpol koalisi membuka cerita soal manuver di balik layar aksi 3 ketum bicara penundaan pemilu. Menurut dia, ada lobi dari penguasa kepada petinggi-petinggi parpol koalisi.
Dia mengatakan lobi tersebut dilancarkan 2 pekan sebelum Cak Imin melempar isu penundaan pemilu. Ada lima partai koalisi yang diajak bicara secara terpisah, yaitu Golkar, PKB, PAN, PPP, dan NasDem. Tak semuanya ditemui langsung, namun intinya kelima partai ini diminta mendukung opsi penundaan pemilu karena pemerintahan Kabinet Kerja dinilai tak berjalan optimal akibat pandemi.
Empat partai yang disebut pertama dikabarkan langsung setuju dengan opsi penundaan pemilu. Sementara NasDem disebut pikir-pikir.
Skenario untuk melempar isu penundaan pemilu disusun setelah mendapat dukungan empat parpol. Awalnya Golkar yang diminta jadi parpol yang pertama kali membunyikan isu tersebut, lalu diikuti PKB, PAN, dan PPP.
Namun ternyata PKB mengambil inisiatif lebih dulu membunyikan isu. Kemudian Golkar mengikuti di acara serap aspirasi petani sawit. Lalu PAN di urutan ketiga. Sedangkan PPP hingga saat ini menyatakan belum bersikap terhadap isu penundaan pemilu tersebut.
Bagaimana dengan PDIP dan Gerindra? Baik Ketum PDIP maupun Ketum Gerindra kabarnya belum dilobi secara langsung. Seperti diketahui PDIP menolak usulan ini, sementara Gerindra belum bersikap.
“Ujung dari skenario ini belum ada kepastian, tapi sementara skenarionya dibuat bakal dibawa ke Sidang Istimewa MPR, tapi suara masih jomplang karena mayoritas suara menolak,” ujar elite parpol koalisi yang meminta namanya tak disebut ini.
Seorang elite parpol koalisi lainnya, yang berasal dari partai berbeda, mengonfirmasi cerita ini.
Sejumlah elite parpol yang dikonfirmasi menepis. Sekjen PPP Arwani Thomafi dengan singkat menyatakan tidak ada lobi soal isu ini.
Sementara Waketum PKB Jazilul Fawaid meyakini cerita lobi penguasa ini tak akurat. Dia mengatakan 2 pekan sebelum Cak Imin melempar isu penundaan pemilu, sang ketum sedang safari politik di Jawa Timur.
“Saya belum mengetahui agenda Presiden bersama ketum ketum parpol. Pun, sepengetahuan saya tidak ada pertemuan khusus PKB dilobi terkait penundaan. Dua pekan lalu Gus Muhaimin sibuk safari politik di Jatim,” tutur Jazilul, Minggu (27/2) kemarin.
Sekjen NasDem Johnny Plate yang ditanya soal lobi penguasa kepada parpol menjawab diplomatis. Dia bicara soal sirkulasi demokrasi.
“Sirkulasi demokrasi harus berlandaskan konstitusi UUD ’45 dan konstitusionalitas. Pilpres menjadi dasar legitimasi pemerintahan dan penyelenggaraan Negara. Sejak UUD ’45 diamandemen, maka Pemilihan Presiden dilakukan melalui mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat untuk masa jabatan 2 periode,” kata Johnny saat ditanya soal ada tidaknya lobi soal penundaan pemilu kepada partainya, kemarin.
“Amandemen UUD ’45 bukanlah hal tabu dan sudah beberapa kali dilakukan, karenanya payung legal konstitusional dalam UUD ’45 yang terlebih dahulu dilakukan jika ingin mengatur kembali periodesasi masa jabatan Presiden. Keputusan politik pemerintah dan DPR RI saat ini adalah pilpres dilaksanakan pada 14 Pebruari 2024. Nasdem fokus menyiapkan diri dalam pemilu serentak 2024,” sambungnya.
“Nasdem menyadari sepenuhnya juga bahwa kontinuitas pembangunan Nasional yang sudah berada di jalur yang tepat perlu dilanjutkan dan menhindari interupsi pembangunan dan mencegah perubahan substansial atas arah pembangunan nasional yang saat ini sedang dilaksanakan. Kami memperhatikan jalannya diskursus politik saat ini dan akan selalu melandaskannya oada azas konstitusionalitas UUD 45,” imbuh Menkominfo ini.
Elite Golkar dan PAN yang dihubungi soal cerita ini belum menjawab pertanyaan hingga Minggu (27/2) pukul 15.30 WIB.
Staf Khusus Mensesneg Faldo Maldini menepis anggapan Pemerintah mengorkestrasi dukungan partai di isu perpanjangan masa jabatan. Faldo menegaskan Pemerintah saat ini fokus berjuang untuk keluar dari pandemi dan dampak yang mengiringinya.
“Kalau ada yang mengaitkan pemerintah dalam memobilisasi deklarasi, menggerakkan elite-elite partai politik, kami tegaskan bahwa pekerjaan Pemerintah terlalu banyak, tidak ada waktu,” kata Faldo kepada wartawan, Senin (28/2).
Penilaian Partai Tak Siap Pemilu
Penilaian Partai Tak Siap Pemilu
Selain cerita soal keinginan penguasa memperpanjang kekuasaannya, ada pula penilaian soal tak siapnya partai-partai pendukung penundaan pemilu untuk bertarung. PKB, Golkar dan PAN dinilai sedang menjalan strategi mengulur waktu demi meningkatkan elektabilitas.
“Secara kalkulasi politik praktis, sikap Ketum PKB, Ketum Golkar, dan Ketum PAN ini sebenarnya merepresentasikan rendahnya kepercayaan diri mesin politik mereka dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang,” kata Doktor Politik yang mengajar di Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).
Umam menilai partai yang menolak penundaan pemilu lebih siap bertarung dibanding para pendukung isu tersebut. Kepercayaan diri partai-partai yang menolak penundaan pemilu dinilai lebih baik.
“Sementara itu, partai-partai yang merasa sudah siap bertarung pada 2024, seperti Gerindra, Partai Demokrat, NasDem, PKS, lebih tegas menolaknya,” ujar dia.
Lebih jauh, menurutnya, agenda penundaan pemilu kemungkinan besar terkait langsung dengan skema pembangunan IKN. Dia memperhitungkan ketika pembangunan di IKN selesai, akan ada kejutan baru.
“Di sisi lain, agenda penundaan pemilu ke 2026/2027 ini besar kemungkinan terkait langsung dengan skema pembangunan IKN. Jika pemilu mendatang dilaksanakan saat bangunan dasar IKN sudah selesai, akan ada kejutan baru berupa skema pemilihan presiden secara tidak langsung oleh MPR,” ujar dia.
Umam mendasarkan analisisnya dengan berkaca pada proses politik revisi UU KPK, UU Minerba, dan UU Cipta Kerja. Menurut dia, proses politik revisi ketiga UU tersebut tidak transparan.
Bisa jadi, menurut Umam, nantinya keputusan-keputusan strategis soal Negara ini akan dibahas di IKN. Umam menganggap jika aturan tersebut diketok di pusat pemerintahan yang telah berpindah di IKN, lantas pengambilan keputusan politik itu bisa tak terjangkau sikap kritis publik.
“Jika aturan semacam itu nantinya diproyeksikan untuk diketok di IKN, yang lokasinya terisolasi, hampir bisa dipastikan pengambilan keputusan politik strategis itu tidak akan terkoreksi dan tidak terjangkau oleh kritisisme publik kita,” kata dia.