ACEHINDEPENDENT– Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan relaksasi ekspor mineral mentah kepada lima perusahaan hingga Mei 2024 mendatang.
Kelima perusahaan itu adalah PT Freeport Indonesia, Amman Mineral Nusa Tenggara untuk komoditas tembaga, kemudian PT Sebuku Iron Lateritic Ores untuk komoditas besi, PT Kapuas Prima Citra untuk komoditas timbal, dan PT Kobar Lamandau Mineral untuk komoditas seng.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan, relaksasi dari beberapa industri smelter dilaksanakan atas justifikasi yang baik. Terlebih kelima perusahaan tersebut telah komitmen dalam membangun smelter di dalam negeri.
“Dengan begitu kami mengambil kesimpulan lima perusahaan ini betul-betul melakukan pelaksanaan proyek pembangunan smelter yang disyaratkan,” terangnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5/2023).
Pemerintah sendiri, kata Arifin, sudah menghitung dampak kerugian bagi negara untuk memitigasi dampak larangan ekspor mineral apabila tidak diberikan perpanjangan ekspor konsentrat pada sejumlah komoditas mineral.
Di konsentrat tembaga, jika ekspor PT Freeport Indonesia dan Amman Mineral Industri dihentikan penuh pada Juni 2023 terdapat potensi hilangnya nilai ekspor tembaga di 2023 sebesar 4,67 miliar dolar AS dan terus meningkat menjadi 8,17 miliar dolar AS di 2024.
“Kemudian, pelarangan ekspor konsentrat tembaga ini juga akan berdampak adanya penurunan penerimaan negara dari royalti konsentrat sebesar 353,6 juta dolar AS dan potensi hilangnya kesempatan kerja bagi 22.250 orang,” jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno meminta kepada Freeport Indonesia dan Amman Mineral untuk tidak ada lagi keterlambatan pembangunan proyek smelter. Sehingga, perlu mendapatkan pengawasan ketat dari pemerintah untuk melanjutkan proyek smelter tersebut.
Eddy mengungkapkan, dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara Nomor 3 Tahun 2020 memang memuat ketentuan soal adanya kemungkinan evaluasi kebijakan. Evaluasi yang dilakukan salah satunya mempertimbangkan kelanjutan proyek smelter.
“Salah satu pertimbangan terpenting adalah adanya keterlambatan pembangunan smelter akibat COVID-19,” kata Eddy dalam pernyataannya.
Diketahui, dalam Pasal 170A ayat 3 berbunyi, ketentuan lebih lanjut mengenai penjualan produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Meskipun telah mendapatkan relaksasi ekspor, Eddy menegaskan, proyek smelter oleh kedua perusahaan harus diawasi secara ketat. Menurutnya, tidak boleh ada keterlambatan proyek ke depannya.
“Kalau masih ada keterlambatan harus ada sanksi tegas dan tidak boleh ada lagi dispensasi yang diberikan,” tegas politikus Fraksi PAN ini. (*)
sumber: tirto