Berbagai Upaya Dinkes Aceh Cegah Stunting Pada Anak, Di masa Pandemi Covid 19

Dok/Istimewa

BANDA ACEH – Kepala Bidang Kesehatan Dinas Kesehatan Aceh, Sulasmi mengatakan, salah satu cara mengenal stunting pada anak yaitu dengan melihat bagaimana perkembangan tinggi badan menurut umur anak di setiap bulannya.

Buruknya asupan nutrisi selama seribu hari pertama kehidupan (HPK) membuat anak yang seharusnya bisa menjadi generasi penerus bangsa. Namun, tumbuh anak malah terganggu yang berujung pada malnutrisi.

Bacaan Lainnya

“Tingkat pengetahuan masyarakat kita yang kurang. Karena stunting tidak terlihat gejalanya namanya anak pendek nanti malah di sangkanya biasa saja. Padahal bukan pendeknya yang kita lihat dari stunting tapi pertumbuhan otak anak yang kita takutkan terganggu dan mengalami IQ rendah,” kata Sulasmi, Jumat (24/6).

Sulasmi menyebutkan, kalau Dinas Kesehatan Aceh terus melakukan berbagai upaya untuk pencegahan stunting pada anak, mulai dari remaja. Selain itu, pihaknya juga memberikan tablet tambah darah kepada ibu hamil untuk mencegah terjadinya stunting pada saat hamil.

“Untuk mengantisipasi jika mereka hamil nanti mereka sudah tidak anemia lagi. Karena anemia salah satu penyebab anak anak atau janin akan mengalami stunting dalam kandungan,” ujarnya.

Tidak hanya itu, sebut Sulasmi, pada saat bayi diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Pada anak yang menginjak usia 6 sampai 24 bulan, ASI tetap dilanjutkan, dan juga anak mulai diberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang disesuaikan dengan umur si anak.

“Berikan ASI saja atau yang kita kenal sebagai ASI Eksklusif selama 6 bulan full. Kemudian pada usia 6 sampai 24 bulan, anak sudah boleh diberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Tapi ASI harus tetap dilanjutkan ya, hingga usia anak 2 tahun. Jadi ada MP-ASI yang diberikan menurut umur anak. Misalnya anak umur 6 sampai 8 bulan dia harus makan makanan lumat yang kental, porsinya harus sesuai dengan protein nya dan kalorinya seberapa banyak,” tuturnya.

“Jadi bukan hanya ASI saja,” tambah Sulasmi.

Kata Sulasmi, Dinkes Aceh terus menggencarkan sosialisasi, serta terus melatih petugas kesehatan, dan ikut melakukan promosi kesehatan ke setiap posyandu melalui puskesmas-puskesmas.

“Jadi orang tua harus tau, misalnya kalau sudah terjadi gejala, harus segera lakukan pencegahan sebelum terjadi stunting,” tutupnya.”

Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi

Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah yang disebut stunting. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.

Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.

“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih”, tutur Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moelok, di Jakarta (7/4).

Diterangkan Menkes Nila Moeloek, kesehatan berada di hilir. Seringkali masalah-masalah non kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, baik itu masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan. Karena itu, ditegaskan oleh Menkes, kesehatan membutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat.

1) Pola Makan

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.

Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah dan sayur.

Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.

2) Pola Asuh

Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita.

Dimulai dari edukasi tentang kesehatab reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.

Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan.

Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas.

3) Sanitasi dan Akses Air Bersih Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.

“Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan giziatau ibu dan anaknya”, tutupnya.

Sekilas Mengenai Stunting

Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia,juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan anak stunted, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh
pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah,produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.(adv)

Pos terkait