ACEHINDEPENDENT.COM, PEUREULAK – Jahe adalah komuditi yang banyak digunakan untuk bumbu masak dan sebagainya, sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi, namun tidak demikian yang dialami oleh Neknu (27), petani asal Desa Seumali, Kecamatan Ranto Panjang Peurelak saat ditemui media ini Selasa (1/2), mengeluh dengan harga jual jahe dipasaran hanya Rp4.000 / Kg, sedangkan pada saat sekarang ini, tengah masuk musim panen.”Tengoh musem panen jahe, hana yum, kiban cara ta publoe, sedangkan modal golom ibalek pih”, ujarnya dengan nada kecewa.
Pemuda yang masih jomblo ini, serta bekerja sebagai operator beco, di salah satu tempat di meulaboh, menambahkan banyak hasil jahe di desanya tengah masuk musim panen, sehingga mereka berharap harga dapat mengalami kenaikan, sehingga mereka dapat berlaba ketika menjualnya.
Terpisah seorang petani didesa yang sama Lisfani (panot), mengatakan sangat berharap dengan harga yang tinggi, karena disaat mereka menanam awal, dia membeli bibit yang mahal dengan harga Rp30.000 /Kg, itu belum termasuk biaya untuk perawatan dan persiapan lahan sebelum bibit ditanam.
Padahal dia berharap, ketika musim panen nanti harga jahe dapat sama dengan harga yang, saat membeli bibit diawal musim tanam, tapi kenyataan ini, tidak sesuai dengan yang diharapkannya.
Banyak petani di Desa Seumali, mengalami nasib yang sama seperti dirinya, karena mereka menanam jahe dengan sistem, bersama-sama, sebut saja Mansur S (39) petani yang kini telah menggali jahenya sebanyak 2 karung /goni, namun belum bisa menjualnya, di karenakan belum ada orang yang akan membelinya, “ini kami sudah menggali jahe sebanyak dua goni (karung) tapi jahe belum bisa dijual, karna harga murah, sehingga pembeli hanya mengambil jahenya saja, uang belum diberikan,” ujarnya.
Dia menambahkan, ketika ada toke besar yang akan masuk ke desanya, harapanya jahe dapat dijual kepada mereka, singga tidak ada lagi jahe yang menumpuk setelah digali (panen), dirumahya.
Komuditi jahe biasanya memilki harga yang tinggi, sehingga para petani berbondong-bondong menanamnya, banyak mereka mendengar kisah sukses petani jahe yang sama, ketika musim panen harga jahe bisa mencapai Rp30.000 /Kg
Namun apalah daya kenyataan itu hanya cerita saja, petani tak pernah merasakan hasil penjualan yang mencapai angka yang dinginkan, bahkan banyak dari mereka bahkan mengalami kerugian, bak sebuah pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga.
Tanaman jahe yang diharapkan bisa menjadi, penopang ekonomi ketika musim panen datang, hanya dapat mereka jual dengan harga murah, bahkan biaya pembelian bibit serta biaya penanaman juga perawatan tak pernah dapat mereka dapatkan kembali.
EDITOR : Muhajir