ACEHINDEPENDENT.COM — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) di Indonesia yang berfokus pada pertanian di pekarangan rumah atau petani gurem. Pada 2023 melalui Sensus Pertanian, terdapat 16,89 juta petani gurem, menandai peningkatan sebesar 18,54 persen jika dibandingkan dengan data pada 2013.
Sekretaris Utama BPS, Atqo Mardiyanto, menjelaskan kenaikan RTUP lantaran faktor lahan yang semakin sempit. Hal ini disampaikan dalam acara Diseminasi Sensus Pertanian 2023 di Hotel Ritz Carlton Jakarta, Senin (4/12/2023).
“Salah satu konsep petani gurem ini kan yang lahannya sempit. Ini pasti ada korelasinya. Makin ke sini, lahan pasti makin sempit,” kata Atqo.
Secara spasial, Atqo menyebut bahwa persentase RTUP gurem tertinggi di wilayah Sumatera terdapat di Provinsi Aceh, yang mencapai 57,68 persen. Angka tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 60,50 persen jika dibandingkan dengan data Sensus Pertanian pada 2013.
“Untuk di Jawa, paling tinggi di Yogyakarta karena petani gurem ada kaitannya dengan lahan, tentu kita paham yang lahannya sempit di Pulau Jawa di Yogyakarta. Di Yogyakarta 87,75 persen adalah petani gurem,” ucap dia.
Lebih lanjut, di wilayah Kalimantan, tercatat Kalimantan Selatan menjadi provinsi dengan jumlah petani gurem paling tinggi, dengan persentase sebesar 42,41 persen. Sementara itu, di Pulau Bali-Nusra petani gurem tertinggi berada di Bali, yakni sekitar 69,32 persen.
Di Pulau Sulawesi, data BPS mencatat Provinsi Sulawesi Selatan menjadi daerah dengan persentase petani gurem terbesar, mencapai 41,23 persen. Sedangkan, persentase petani gurem paling tinggi di Maluku dan Papua berada di Papua Pegunungan yaitu sebesar 98,63 persen.
Atqo menambahkan, dengan pertumbuhan jumlah petani gurem, program pertanian yang seharusnya dikembangkan tidak lagi berkaitan dengan penambahan lahan, tetapi lebih kepada peningkatan produktivitas petani.
“Jangan-jangan programnya bukan ekstensifikasi tapi intensifikasi. Produktivitasnya walaupun gurem tapi tetap ditingkatkan bukan malahan menambah lahan tapi menambah produktifitas terutama tanaman pangan,” ucap Atqo.
Untuk diketahui, petani gurem merujuk kepada rumah tangga yang mengelola atau memiliki lahan dengan luas kurang dari 0,50 hektar, yang digunakan baik untuk keperluan pertanian maupun tempat tinggal. Kategori petani gurem ini mencakup berbagai sektor, seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.(red/tirto)