Kecamatan Pulo Aceh kini sedang masa panen raya cengkeh.
Pulau terluar indonesia di bagian barat pulau sumatra ini dikenal sejak dulu sebagai daerah penghasil cengkeh.
Harga yang ditawarkan oleh pengumpul pun kini cukup menggairahkan petani untuk terus membudidaya tanaman yang termasuk rempah-rempah itu.
“Iya, saat ini kami sedang panen cengkeh, harga berkisar diangka 120 ribu,” kata M Nasir, warga Gampong Rinon yang ditemui media ini dua hari lalu.
Amatan media ini setiap hari warga bergerak menuju kebun dan sore hari kembali ke desa untuk mengumpulkan hasil cengkeh.
Cengkeh yang telah dipetik, lalu malam hari dibersihkan dari tangkainya dan keesokan harinya cengkeh dijemur.
Kebun cengkeh milik warga berjajar di sepanjang jalan lintas Lampuyang -Lueng Bale Rinon dan hingga seluruh pelosok desa di pulo Aceh terdapat Kebun Cengkeh yang sedang produksi.
Sebagaimana diketahui Kecamatan Pulo Aceh, merupakan daerah dengan tingkat kesuburan luar biasa, berbagai tanaman holtikultura dan palawija menjadi sumber pendapatan warga setempat.
Sebagai produk tahunan palawija, Kecuali cengkeh ada juga pala, Nilam, pinang.
Jumlah jenis tanaman tersebut berkurang dibandingkan sebelum Tsunami, karena ratusan hektar perkebunan kelapa sudah luluhlantak di hantam Tsunami 19 tahun silam.
Namun, kini warga setempat mulai bergerak kembali untuk membudidaya sejumlah tanaman holtikultura dan palawija seiring waktu berjalan dan tuntutan kebutuhan pasar.
Untuk tanaman holtikultura masa panen singkat, warga pulo Aceh juga turut membudidaya cabai rawit, cabai merah dan sejumlah sayur mayur lainnya.
Pulo Aceh juga dikenal sebagai daerah penghasil ikan, selanjutnya dipasok ke Banda Aceh.
Saat ini Pulo Aceh kemajuannya mulai meningkat dibandingkan 10 tahun lalu. Hal ini tidak terlepas dari dukungan pemerintah yang membangun jalur transportasi di berbagai pelosok Pulo Breueh dan Pulo Nasi, sehingga akses warga sudah mudah dalam mendistribusikan hasil alam yang ada.
Pun demikian, sejumlah hal masih menjadi kebutuhan urgen warga dalam rangka meningkatkan pemanfaatan potensi Alam yang dikandungi Pulo Aceh, misalnya alat transportasi laut dengan kapasitas lebih besar dan rutin.
Selama ini, sebagai transportasi warga menuju daratan Banda Aceh, hanya mengadakan kapal motor milik warga yang melayani setiap hari dari Pulo Aceh ke Banda Aceh dan sebaliknya.
Sementara akses Kapal pelayaran yang kelolaan Kementerian perhubungan, saat ini hanya melayani ke satu pulau saja yaitu pulau Nasi. sementara untuk akses ke Pulau Breuh sudah tidak melayani lagi, sejak maemasuki tahun 2024 ini.
Hal ini sangat rancu pelayanan kapal motor berkuran lebih besar itu, padahal Pulo Breuh merupakan Pulau dengan jumlah penduduk dan Desa lebih banyak demikian juga dengan penghasilan alam lebih besar di Pulau Breuh.
“Kami sangat mengharapkan adanya dukungan transportasi kapal lebih besar guna mendukung pengangkutan ke pulo aceh lebih mudah,” demikian harap salah satu tokoh masyarakat Pulo Aceh, saat dikonfirmasi media ini, Senin pagi kemarin.