Di Makassar, ada yang menyebut getaran gempa kemarin terasa lebih kencang dibandingkan gempa di Palu tiga tahun silam. Di Ende, kabar tsunami yang belakangan terbukti hoaks membuat warga panik dan menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi.
Tiba-tiba, guncangan keras terasa. Lantai rumahnya bergoyang.
”Sempat mau muntah. Alhamdulillah aman, tapi ada gelas yang pecah karena jatuh,” kata perempuan 32 tahun warga Barombong, Makassar, Sulawesi Selatan, tersebut kepada FAJAR.
Makassar memang termasuk salah satu kota yang terdampak gempa berkekuatan 7,4 magnitudo kemarin (14/12). Gempa pada pukul 11.20 Wita itu berpusat di 112 kilometer arah barat laut Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada kedalaman 10 kilometer.
Banyak penghuni gedung di Makassar yang sempat berhamburan ke luar begitu guncangan terasa. Jayaruddin, petugas keamanan Siloam Hospitals Makassar, mengakui bahwa gempa sangat terasa hingga beberapa detik. ”Bahkan, dari informasi teman di lantai rumah sakit paling atas, sangat terasa getarannya sampai ada beberapa barang yang jatuh,” ujarnya kepada FAJAR.
Gempa ini, lanjut Jaya, sapaannya, membuat sejumlah pengunjung lantai dasar yang hendak mengurus administrasi panik dan berhamburan ke luar.
”Tapi, tidak ada pemindahan pasien yang tengah dirawat. Paling mereka yang dirawat jalan dan sedang menunggu di lantai dasar rumah sakit yang berhamburan ke luar,” jelasnya.
Syahril AS, petugas sekuriti Colonial Hotel Makassar, menyatakan bahwa gempa sangat terasa di tempatnya bekerja. Sekitar 15 pengunjung keluar menuju tempat yang dirasa aman.
”Pengunjung hotel di sini sampai warga di sepanjang ruko Metro Tanjung Bunga ini keluar karena panik,” ungkapnya.
Syahril menilai, bila dibandingkan dengan gempa di Palu, Sulawesi Tengah, pada 2018 yang juga terasa sampai ke Makassar, getaran gempa kali ini lebih dahsyat. Bahkan, galon yang terletak di pos keamanan bergetar lebih kencang daripada gempa tiga tahun lalu itu. Padahal, kekuatan gempa Palu kurang lebih sama dengan gempa kemarin.
Trans Studio Makassar (TSM) dan Bank Mega mengalami hal yang sama. Akibatnya, puluhan orang yang sedang berada di dalam TSM dan Bank Mega panik berhamburan ke luar.
”Di TSM lebih dari 50 orang berhamburan ke luar, termasuk pengunjung dan karyawan. Di sebelah (Bank Mega) ada 30 orang kayaknya. Karena memang terasa sekali,” jelas Jufri Hariadi, karyawan TSM.
Nun di Pulau Selayar yang juga masuk wilayah Sulawesi Selatan, sejumlah rumah warga di Kabupaten Selayar roboh akibat gempa yang sama. Kondisi paling parah terjadi di dua pulau terluar: Kecamatan Pasimarannu dan Kecamatan Pasilambena.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Selayar Ahmad Ansar saat dimintai konfirmasi oleh FAJAR menjelaskan, berdasar informasi awal, selain beberapa rumah ambruk, ada pula warga yang terluka lantaran tertimpa reruntuhan rumah mereka sendiri.
Kendati demikian, Ahmad Ansar belum mengetahui pasti jumlah korban akibat gempa bumi tersebut. Sebab, dua kecamatan terluar dari Selayar mengalami putus kontak. ”Kabarnya, ada juga yang kepalanya bocor dan tangannya patah,” katanya.
Untuk mengakses dua pulau tersebut, dari Pulau Selayar Kota harus mengendarai speedboat selama 18 jam lamanya. ”Tapi, kami sudah melatih warga jika ada bencana seperti ini,” ujarnya.
Di setiap desa, kata Ahmad, telah ada titik evakuasi yang dibuat. Tempat itu akan menjadi titik kumpul sementara hingga situasi dinyatakan aman.
Bupati Selayar Basli Ali telah memerintah jajarannya untuk segera melakukan evakuasi, terutama kepada masyarakat yang terdampak gempa di dua kecamatan tersebut. Titik-titik pengungsian pun telah disiapkan. Dia berencana melakukan kunjungan langsung bersama tim hari ini.
Sementara itu, kepanikan juga terjadi di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Guncangan gempa membuat warga berhamburan keluar rumah dan berbagai bangunan lain.
Pantauan Timor Express, tidak ada bangunan yang rusak berat maupun korban jiwa. Meskipun demikian, di beberapa perkantoran terjadi retakan kecil dan beberapa plafon roboh.
Seperti di Kantor Bupati Ende, tepatnya di Ruangan Garuda Lantai 2. Plafon sepanjang kurang lebih 10 meter roboh dan menimpa kursi. Jatuhnya plafon tersebut tidak membawa korban karena saat kejadian ruangan tersebut tidak sedang digunakan untuk pertemuan.
Yang membuat suasana lebih panik lagi adalah munculnya isu tsunami yang belakangan terbukti hoaks. Karena itu, banyak warga yang tinggal di pesisir pantai di Kecamatan Ende Selatan, Utara, maupun Timur berlarian ke tempat yang lebih tinggi. Yakni, di Kelurahan Onekore, Paupire, di Kecamatan Ende Tengah.
Hadijah, seorang warga Keluruhan Paupanda, Kecamatan Ende Selatan, mengatakan, dia mendengar teriakan warga akan ada tsunami. Bersama saudaranya, dia menggunakan sepeda motor menuju Kelurahan Onekore yang secara geografis lebih tinggi.
Lain lagi dengan Abdul Karim Salam, warga Bitha Beach, Kelurahan Mautapaga, Kecamatan Ende Timur. Dia menceritakan ada keluarga yang mengungsi menggunakan pikap ke Paupire, kecamatan Ende Tengah.
Dia mengatakan, meskipun dirinya sudah mengatakan bahwa tsunami itu hoaks, namun karena merasa takut, mereka akhirnya tetap mengungsi. ”Kebetulan ada salah seorang anggota keluarga yang sedang sakit. Mereka gotong dan dinaikkan pikap menuju ke Kelurahan Paupire. Itu tadi, karena ada yang teriak air laut naik,” ujarnya saat ditemui di Bitha Beach.
EDITOR : Muhajir
SUMBER : jawapos.com