Chalid Buhari membuktikan bahwa keputusannya pensiun dini dari PNS merupakan hal yang benar. Mantan kepala DKRTH Kota Surabaya itu kini getol menggeluti bisnis hijab. Usaha yang disokong puluhan pegawai tersebut telah merambah pasar luar negeri.
EKO HENDRI SAIFUL, Surabaya
SEJUMLAH pesan via WhatsApp (WA) masuk ke telepon genggam Chalid secara bersamaan. Ada yang dikirim temannya di luar pulau. Ada pula yang berasal dari nomor tak dikenal.
Chalid buru-buru membuka layar handphone-nya. Satu per satu pesan dibalasnya. Termasuk dari orang yang namanya tak terdata di ponsel.
’’Bukan masalah uang. Ini merupakan bagian dari pelayanan,” kata Chalid, lantas tersenyum. Meski masih tergolong pebisnis pemula, pria 56 tahun itu cukup sibuk. Pekerjaannya yang paling menyita waktu ialah membalas pesan WA dari pembeli.
’’Terkadang ibu-ibu memang aneh. Saat orang sudah beristirahat pada malam hari, mereka justru aktif bekerja mencari sasaran,” tutur istri Chalid, Fadilatin Nailah, yang ikut nimbrung bersama Jawa Pos.
Dia mengaku mendukung penuh usaha suaminya. ’’Dulu, jadi kepala dinas sering pusing karena nggak bisa jalan-jalan. Sekarang bebas,” tambah Fadilatin.
Chalid tercatat sebagai salah satu ASN berprestasi di lingkup Pemkot Surabaya. Pria asli Sumenep itu pernah menduduki sejumlah jabatan penting. Yang terakhir adalah kepala DKRTH Kota Surabaya.
Saat menjadi Kadis, Chalid aktif membantu mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam mewujudkan penghijauan. Ada sejumlah taman yang berhasil dibangun. Sejumlah penghargaan kategori kota hijau juga diraih.
Hingga, Chalid memutuskan pensiun dini tahun lalu. Jabatan kepala dinas ditinggalkan. ’’Ini sudah menjadi kesepakatan saya bersama keluarga,” kata Chalid saat ditanya soal keputusannya.
Setelah pensiun, bapak tiga anak itu tidak langsung membuka usaha. Dia bersama istrinya sempat menenangkan diri ke luar kota hingga tiga bulan. Sejumlah daerah di Jawa dikunjungi. Lalu, anaknya menelepon dan memintanya kembali ke Surabaya.
’’Dari sini kisah sebagai pengusaha muncul. Anak saya mendorong saya untuk membuka usaha,” kata Chalid.
Dia mengaku banyak belajar dari buah hatinya soal berwirausaha. Kebetulan, anaknya lebih dulu menekuni bisnis. Bahkan, sejak sekolah anak Chalid terbiasa berdagang dan mencari uang.
Awalnya Chalid membuka usaha penjualan kain. Ayah Laela Qonita itu lantas mengembangkan usahanya ke produksi dan penjualan hijab modern. Karyanya yang dilabeli Premori laris.
Tentu, sempat ada keraguan saat awal membuka usaha. Sebab, Chalid sama sekali tidak memiliki bakat berdagang. Alih-alih membuat desain hijab, pengetahuannya soal kain dan cara menjahitnya juga nol.
Namun, berkat bantuan anak, usaha Chalid terus berkembang. Pemesan jilbab Premori kian bertambah. Tidak hanya pasar domestik. Hijab bikinan Chalid juga dibeli banyak warga luar pulau dan negeri. Reseller-nya tersebar di Malaysia, Singapura, Jerman, dan Afrika.
Usaha Chalid semakin berkembang. Omzet per bulannya sudah mencapai ratusan juta. Bahkan, saat ini penghasilannya lebih besar tiga kali lipat daripada gaji kepala dinas.
’’Semuanya berkat dukungan keluarga. Termasuk anak dan menantu,” ungkap Chalid. Kakek tiga cucu itu sedikit membocorkan resepnya terkait bisnis. Selain pelayanan, dia menjelaskan pentingnya kedisiplinan dalam beribadah.
Kedisiplinan itu diwujudkan melalui kegiatan tadarus Alquran. Chalid mengajak seluruh keluarganya untuk rutin mengaji. Aturan itu juga disampaikan kepada pegawai yang jumlahnya puluhan.
’’Kami ingin berbagi rezeki dengan mempekerjakan banyak orang,” ujar Chalid. Tentu ada banyak perbedaan antara menjadi kepala dinas dan pemilik perusahaan.
Menjadi pengusaha, lanjut Chalid, lebih bebas. Tidak perlu izin atasan saat bepergian. Mertua Yusuf Kurniawan itu juga mengaku lebih leluasa dalam mengatur manajerial.
Editor : Dhimas Ginanjar
Reporter : */c7/git
Sumber : Jawpos.com