ACEHINDEPENDENT.COM – Bedanya maling dengan koruptor adalah; jika maling itu terpaksa melakukan perbuatan jelek itu secara terpaksa karena lapar, tetapi koruptor itu melakukan pekerjaan terkutuk itu secara terencana untuk untuk memperkaya diri dengan mengambil duit rakyat yang dikelola negara. Celakanya, koruptor di Indonesia dilakukan dengan cara yang sistematis dan masif — bersama-sama — setidaknya dengan berbagai pihak yang memiliki keterkaitan dengan obyek yang hendak mereka rampok itu. Dan rampok, adalah pilihan cara para koruptor untuk mengambil alih duit rakyat yang dikelola pemerintah secara paksa dan dengan berbagai cara serta tipu daya.
Jadi korupsi itu sungguh keji dan kejam. Tentu lebih keji lagi aparat hukum ikut terlibat atau memberi keringatan atau kemudahan dengan berbagai cara, mulai dari memperhalus BAP hingga pemotongan sasa tahanan sewaktu menjalani hukuman yang cenderung diperingan itu. Inilah akibatnya korupsi semakin getol dilakukan banyak oleh banyak orang. Pra koruptor itu tidak ada rasa takut dan rasa malu untuk melakukannya, sebab citra baiknya mereka kelak bisa ditutupi dengan hasil rampokan yang melimpah ruah.
Jadi memang koruptor dan mereka yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam proses ngentit duit rakyat itu sungguh terkutuk. Dan pantas disumpahi oleh rakyat yang menderita dan merasa teraniaya akibat perbuatan mereka. Tentu saja hasil jarahan dari duit rakyat itu tidak akan ada berkahnya. Sebab bagi yang percaya, kelak itulah yang akan dinikmati sebagai azab bagi anak, istri hingga cucu mereka yang tak karu-karuan hidupnya kemudian.
Kalau pun harus masuk dipenjara akibat korupsi yang dilakukan itu, toh sampai di pengadilan pun sekarang bisa diatur sedemikian rupa, bahkan pada tahapan berikutnya — pada tingkat kasasi pun — bisa dikorting dengan tarif yang bisa dinegosiasikan. Jadi perilaku korupsi itu — di Indonesia sungguh berkembang dengan sangat pesat dalam berbagai bentuk dan model, tak lagi hanya sebatas proyek yang bersifat fisik, tapi dalam bentuk draft hukum, peraturan dan perundang-undangan, seperti kata Machfud MD bisa diijon jauh sebelum pembahasan peraturan dan perundang-undangan itu dibuat.
Begitu juga terhadap sejumlah kasus yang digantung — untuk dijadikan bentuk sandera bagi para koruptor yang bisa diperas — atau mau berbagi hasil korupsi itu, namun kemudian terus disandera dengan kasus yang dia lakukan.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK terhadap ketua Partai Politik serta Kepala Daerah saat menjelang Pemilu 2024 sudah menjadi perhatian dari rakyat. Lalu mengapa dugaan dalam pemeriksaan atau penggeledahan yang dilakukan itu tidak ada tindak lanjutnya ?
Demikian juga sebaliknya, bagi Ketua Partai dan Kepala Daerah yang telah dipermalukan oleh pemeriksaan atau penggeledahan oleh pihak KPK itu, seharusnya melakukan gugatan balik jika memang apa yang dilakukan KPK itu tidak benar adanya sesuatu hal yang patut dicurigai dengan melakukan pemeriksaan atau penggeledahan ruang kerja pejabat publik yang sepatutnya dimuliakan itu.
Artinya, indikasi dari model penyanderaan telah menjadi budaya dalam rangkaian proses korupsi yang terencana, masif serta terorganisir dengan rapi untuk mengelabui warga masyarakat yang harus menanggung dera dan derita akibat dari korupsi yang terus terjadi dan menjadi budaya dalam tata kelola pemerintahan yang sepatutnya taat pada sumpah dan janji serta tak khianat pada amanah rakyat.
Sejumlah kandidat calon presiden untuk Pemilu tahun 2024 mulai ditekan dengan kasus lamanya yang terpendam belum pernah muncul ke permukaan. Mulai dari program KTP hingga perkebunan serta seabrek kasus lama tindak kejahatan kemanusiaan terus kembali diungkap. Sehingga rakyat pun terpaksa memilih dalam Pemilu calon yang terbaik dari yang terburuk, tanpa pernah tahu apa yang hendak dikerjakan sebagai program unggulannya bila kelak terpilih menjadi Presiden Indonesia berikutnya.
Gilanya korupsi di Indonesia versi Machfud MD, mulai dari rencana membuat anggaran, APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) belum jadi saja sudah ada tawar menawar harga untuk membayar terlebih dahulu 7 persen dari nilai anggaran yang mau diusulkan itu. Dari bidang pertambangan saja, kalau Indonesia serius mau memberantas korupsi,maka setiap orang tanpa perlu kerja bisa menerima Rp 20 juta setiap bulan, kata Machfud MD mengutip resume diskusi Abraham Samad. Angka sebesar itu, belum termasuk korupsi yang terjadi pada sektor kehutanan, dari pertanian dan perikanan.
Jadi bisa dibayangkan besarannya nilai korupsi di Indonesia itu setiap bulan duit yang hilang ditilep oleh mereka yang sudah disumpah atas nama Tuhan itu, setidaknya 20 juta kali 272 juta penduduk Indonesia, jumlahnya bisa mencapai 554.000.000.000,- Nilai korupsi sebesar ini pun — setiap bulan di Indonesia — jika tak salah tulis dan juga tidak salah hitung, jauh melebihi nilai APBN Indonesia setiap tahun.
Jadi, memang koruptor itu pantas dikutuk dan dihukum mati, termasuk aparat penegak hukum yang mengambil keuntungan dengan cara memanipulasi hukuman untuk meringankan para maling terencana yang juga terstruktur dan masif itu sifatnya. Karena pelaku korupsi itu pun membentuk semacam konsorsium yang terangkai mulai dari rencana jahatnya sampai waktunya harus menghadapi pengadilan hingga menjalani hukuman yang super enak di lembaga pemasyarakatan.
Artinya, tak salah bila ada yang bilang bahwa sindikat dan Konsorsium Koruptor di Indonesia sudah terbangun dan menjadi budaya yang akan terus menular dan berkembang biak menjadi wabah yang mengancam keambrukan negara dan bangsa Indonesia. (*)
Jacob Ereste
Mauk, 4 September 2023